Memanjakan Mata di Pulau Lengkuas, Belitung

Bila ada sebuah lokasi yang tidak boleh Anda lewatkan ketika berkunjung ke Belitung, itu adalah Pulau Lengkuas. Pemandangan di pulau kecil yang dikelilingi oleh batu-batu granit raksasa ini luar biasa indah. Namun ikon wisata yang paling menarik adalah mercusuar yang berdiri di tengah pulau. 
Mercusuar di Pulau Lengkuas masih berdiri gagah walau berusia lebih dari 100 tahun. (Olenka Priyadarsani)
Pulau Lengkuas terletak di utara Desa Tanjung Binga. Wisatawan dapat menyewa perahu dari Tanjung Binga, Tanjung Kelayang, maupun dari Tanjung Tinggi. Waktu tempuh dengan perahu dari Pulau Belitung ke Lengkuas sekitar 40 menit. Dalam perjalanan menuju pulau kecil tersebut, Anda dapat menyaksikan keindahan Belitung serta pulau-pulau kecil di kejauhan.

Mercusuar Pulau Lengkuas sendiri adalah peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1882. Walaupun sudah sangat tua, mercusuar 12 tingkat ini masih tegak berdiri. Di bagian dalam terlihat bukti usia bangunan tersebut sebenarnya melalui tangga yang keropos dan berkarat. Mungkin karena usia mercusuar atau karena saya berkunjung ke sana sendirian, suasana di dalam mercusuar agak menyeramkan. Satu demi satu tangga saya naiki, kadang terdengar suara berderak akibat tangga yang tua. 

Ketika tiba di ruangan paling tinggi di mercusuar, perasaan seram hilang seketika. Dari puncak terlihat pemandangan yang luar biasa indah. Air yang biru jernih, tumpukan batu granit keputih-putihan, serta pulau-pulau kecil yang dari kejauhan terlihat berwarna hijau adalah paduan pemandangan yang memanjakan mata. Cuaca pada saat itu cerah, sempurna untuk mengambil gambar. 
Pemandangan sekitar Pulau Lengkuas difoto dari puncak mercusuar. (Olenka Priyadarsani)
Di puncak mercusuar pengunjung dapat melihat pemandangan 360 derajat. Semua arah terlihat indah, dan warna biru tetap mendominasi. Bila Anda melongok ke bawah, ada juga dapat melihat pohon-pohon yang menaungi pulau cantik ini. 

Kabarnya pulau ini hanya dihuni tiga orang, yang kesemuanya adalah penjaga mercusuar. Benar, walaupun sudah sangat tua, mercusuar tersebut masih berfungsi untuk memandu kapal-kapal yang berlayar di wilayah lautan sekitar pada malam hari. 

Di pulau ini ada beberapa ayunan yang dipasang di bawah pohon-pohon besar. Tidak banyak fasilitas yang ada di Pulau Lengkuas, namun mereka menyediakan kamar mandi. Ada baiknya Anda membawa persediaan air minum dan makanan kecil. 

Pantai di Pulau Lengkuas yang memiliki pasir halus putih bersih juga sangat indah.  Di perairan sekitar pulau ini pengunjung dapat berenang dan melakukan snorkeling. Air yang bersih dan jernih sangat cocok snorkeling. Di berbagai sudut terdapat tumpukan batu granit besar. Ketika berenang di sini saya sempat menabrak sesuatu yang saya kira batu, ternyata beberapa buah makam. Kata penjaga, itu adalah makam para penjaga mercusuar. 

Saat yang paling tepat untuk berkunjung ke Pulau Lengkuas adalah di pagi hari menjelang siang, terutama pada akhir pekan atau hari libur. Di pagi hari pulau masih sepi sehingga Anda dapat menikmati suasana yang tenang dan cuaca yang cenderung lebih bersahabat. Menjelang siang akan banyak rombongan datang untuk berpiknik di pulau ini. 

Tidak jauh dari Pulau Lengkuas, terdapat sebuah pulau lain yang lebih kecil, yaitu Pulau Burung. Pulau ini dinamai demikian karena ada sebuah batu granit raksasa yang berbentuk seperti kepala burung. Biasanya, pulau ini menjadi perhentian berikutnya setelah puas menikmati Lengkuas. 

Tidak sabar ke Belitung? Pulau Lengkuas menanti Anda!

Kunjungi juga blog perjalanan Olenka di www.backpackology.me
»»  baca selanjutnya...

Kampung Lauk, Surga Ikan Tawar Borneo

BERITASATU.COM - Kampung Lauk menjadi tujuan kuliner yang ramai dikunjungi oleh penikmat lokal maupun mancanegara.
Jika Anda punya rencana ke Palangka Raya, Kalimantan Tengah, jangan lupa masukkan Kampung Lauk ke dalam daftar tempat yang akan dikunjungi.
Menyajikan belasan jenis ikan segar, khususnya ikan-ikan air tawar asli Kalimantan, Kampung Lauk boleh disebut surga ikan tawar Borneo.
"Kami sediakan ikan jelawat, lais, baung, saloang yang berasal dari sungai lokal selain juga gabus, patin, lele, gurame, bawal, juga udang dan kepiting," beber Amran, kasir di Restoran yang terletak di jalan Bukit Rawi itu, ketika ditemui Beritasatu.com Selasa (17/7).
Jelawat adalah bintang di Kampung Lauk. Banyak ditemui di Sungai Kahayang dan Sebangau, dua sungai besar yang melintasi Palangka Raya, ikan Jelawat adalah menu yang paling digemari sekaligus mahal.
"Kalau mau Jelawat harus pesan dari pagi. Harganya sekitar Rp8.500 per ons," kata Amran.
Cara pengolahannya pun tradisional, dibakar dan digoreng lalu disantap bersama sayuran segar dan sambel ala banjaran.
Kampung Lauk menjadi tujuan kuliner yang ramai dikunjungi oleh penikmat lokal maupun mancanegara. Karena ramai itu, disarankan untuk memesan sejam sebelumnya.
Tempat makan yang memiliki sekitar 40 pondok lesehan ini terletak di seberang Jembatan Kahayang. Untungnya cukup mudah untuk mencapai Kampung Lauk karena bisa dicapai hanya dalam waktu sepuluh menit menggunakan mobil dari Bandar Udara Tjilik Riwut.
Adapun Kampung Lauk berasal dari bahasa Banjar yang berarti kampung ikan.
»»  baca selanjutnya...

Warna-warni Danau Linow

Siapa bilang Sulawesi Utara hanya terkenal dengan pantai dan keindahan bawah lautnya? Provinsi ini juga kaya akan keindahan alam lainnya, salah satunya Danau Linow di Minahasa. Danau ini unik karena terlihat berwarna-warni.

Danau seluas 34 hektar ini merupakan lokasi favorit masyarakat setempat. Selain warna-warni danau yang indah, alam sekitarnya pun cantik. Burung-burung belibis (ada yang menyebutnya itik liar) terbang rendah sambil sesekali berenang di permukaan air.

Lalu apa yang membuat danau ini memiliki beberapa warna yang berbeda? Ternyata danau ini terbagi menjadi dua sisi. Salah satu sisi memiliki kandungan belerang yang tinggi, sementara sisi yang lain tidak. Kandungan belerang ini, ditambah dengan efek cahaya matahari mampu membuat danau seolah-olah memiliki warna yang berbeda.

Sejak tahun 2006 pihak swasta membangun taman di pinggir danau — dengan tiket masuk Rp 25.000 per orang. Harga tersebut sudah termasuk kopi dan kue kelapa yang disediakan pengelola. Taman pinggir danau sebagian besar terdiri dari rumput yang terawat rapi, tempat duduk-duduk, serta kafe.

Sebuah jalan setapak dibangun di pinggiran bagi pengunjung yang ingin berjalan-jalan, maupun untuk mereka yang ingin berolahraga lari.

Para pengunjung biasanya duduk-duduk di pinggir danau sambil menikmati pemandangan Linow yang hijau kebiruan. Di sisi lain terlihat warna biru keputihan. Dari sisi lain warna danau terlihat berbeda, tergantung sudut pandang pemirsa.

Satwa lain yang juga menarik perhatian adalah serangga yang oleh masyarakat setempat disebut sayok atau komo. Serangga bersayap yang hidup di air ini juga sering ditangkap untuk dikonsumsi.

Di sekeliling danau ditumbuhi pohon cemara jarum dan bunga sepatu beraneka warna. Ada juga berbagai bunga lain yang saya tidak tahu namanya.

Satu peringatan, di pinggir danau sering ada gundukan lumpur panas, Anda sebaiknya menjauh. Selain itu, terkadang bau belerang juga tajam. Bila ada angin cukup kencang bau ini tercium dari kejauhan.

Di sisi kanan danau terdapat sebuah bangunan rusak yang tampaknya dimaksudkan sebagai Pusat Informasi Geotermal dan Geowisata Tomohon. Sebenarnya pembangunan kantor semacam itu adalah inisiatif yang bagus, sayangnya bangunan belum selesai dibangun, dan entah kenapa dibiarkan begitu saja. 

Danau Linow ini berada di Desa Lahendong, Tomohon. Bila ingin berkunjung ke danau ini paling ideal adalah menyewa mobil karena dapat mengunjungi beberapa objek wisata sekaligus. Bila ingin hemat, Anda dapat naik angkutan umum dari Terminal Tomohon, namun harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 700 meter.

Dari kota Manado hanya butuh waktu sekitar 45 menit untuk mencapai danau.

Di wilayah tersebut Anda juga beberapa lokasi menarik yang dapat disinggahi. Salah satunya adalah Woloan, di mana Anda dapat melihat pembuatan rumah panggung khas Minahasa. Selain itu ada pula Desa Pulutan, sentra industri gerabah.

www.backpackology.me
»»  baca selanjutnya...

Pulau Bungin Di Nusa Tenggara Barat

TEMPO.CO , Mataram: Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Badrul Munir akan mengajak 12 kepala dinas untuk mendatangi pulau terpadat di dunia, Bungin di Kabupaten Sumbawa, Jumat pagi, 6 Juli 2012. Sebab, Badrul ingin mempromosikan pulau kecil yang dihuni penduduk suku Bajo asal Sulawesi tersebut.
Pulau Bungin dilihat dari Jalan Lintas Sumbawa
Juru bicara Pemprov NTB Tri Budi Prayitno menjelaskan penetapan Bungin sebagai venue Hari Nusantara dan sebagai obyek wisata tersebut disampaikan, Kamis siang, 5 Juli 2012. Ini keunikan pulau tersebut. Pulau ini terpadat dan terus berkembang luasnya. ‘’Karena reklamasi untuk penambahan keluarga baru yang baru menikah,’’ katanya.
Di mana letak Bungin? Pulau ini berada di depan teluk Alas yang masuk dalam wilayah kecamatan Alas, 70 kilometer arah barat dari kota Sumbawa Besar, ibu kota kabupaten Sumbawa. Pulau Bungin berada di utara Kecamatan Alas. Untuk mendatangi Bungin, di pelabuhan lama Labuhan Alas tersedia perahu motor yang di sana disebut Jonson. Kapal ini menggunakan mesin 8 PK. Penyeberangan berjarak 3 mil ke Bungin memakan waktu 10 menit.
Meskipun pulau ini relatif kecil, tetapi di sana tersedia 2 buah dermaga, di selatan dan barat. Penyeberangan Alas Bungin cukup ramai. Ada delapan buah perahu Jonson yang menyeberangi Bungin-Alas sejak pagi hari hingga senja.
Tak tampak adanya pasir pantai yang membentang di sekeliling pulau ini. Hanya tampak rumah-rumah yang seakan-akan berdiri persis di atas air. Memang, dari dekat setidak-tidaknya dasar rumah menjorok hanya setengah meter dari laut. Kepadatan pulau ini bisa dirasakan begitu menyusuri jalan-jalan gang beton rabat yang lebarnya sekitar 1,25 meter.
Demikian pula jarak antar rumah-rumah penduduknya yang berbentuk rumah panggung khas orang suku Bajo Sulawesi seperti di Pulau Sumbawa. Hampir tidak ada lahan kosong yang luas kecuali halaman dua buah SD, di depan masjid, dan depan kantor desa. Kecuali kompleks sekolah dasar dan perumahan guru.

[SD+Pulau+Bungin.jpg]
Sekolah Dasar di Pulau Bungin
Bentuk pulau ini agak bulat lonjong. Dalam peta, pulau ini tampak sebagai noktah hitam. Berdasarkan data Tempo, pada 1994 luasnya 16 hektare. Pulau ini memiliki status pemerintah desa. Bungin dibagi menjadi 3 dusun yang seluruhnya mencakup 15 RT. Menurut Sensus Penduduk 2010, pulau ini dihuni 3.025 jiwa. Luas Bungin mencapai 1,5 kilometer persegi.
Kerapatan ini terjadi karena semakin tumbuhnya pulau ini. Setiap penduduk bisa mendirikan rumah dengan cara menyediakan lahan sendiri. Maksudnya, bagi yang ingin memiliki rumah, bisa melakukannya dengan cara memperluas pulau itu menggunakan tumpukan batu-batu karang yang dianggap sudah mati.
Menurut buku Mengenal Kabupaten Sumbawa yang diterbitkan Humas Pemda Sumbawa, berkembangnya jumlah penduduk suku Bajo sebagai pendatang dari Sulawesi Selatan, menyebabkan lahan pulau semakin tidak mencukupi. Sebagai manusia laut, dibangunlah rumah-rumah panggung dengan cara menyusun batu karang terlebih dahulu di pinggir laut. Lama kelamaan dengan bertambahnya rumah baru, maka bertambah luas pulau pulaunya.
Karena keunikan meluasnya pulau seiring dengan pertambahan rumah penduduk, Bungin menjadi salah satu obyek wisata untuk kabupaten Sumbawa. Setiap Minggu pulau ini dikunjungi wisatawan mancanegara.
Waktu itu, pulau ini masih bisa diperluas ke arah utara dan timur. Sebab, pada bagian barat dan selatan sudah tidak memungkinkan lagi karena kedalaman laut yang lebih dari 2 meter. Rata-rata, setiap tahunnya, bertambah 10 buah rumah baru di Pulau Bungin. Biasanya dipilih bulan baik untuk mendirikan rumah yaitu Sya'ban menjelang puasa.
Bertambahnya sebuah rumah baru, berarti lahan pulau itu bertambah luasnya sekitar satu are atau sesuai ukuran rumah mereka 9 kali 12 meter. Semua penduduk boleh membangun rumah tanpa ada batasan. Luasnya bukan dijatah. Tapi berdasarkan kemampuan masing-masing. Sebab mereka harus mengumpulkan batu karang mati dari tengah laut. Berapa banyak batu karang yang harus dikumpulkan apabila luas lahannya 100 meter persegi dan ketinggian tumpukannya sekitar 2 meter.
Biasanya, mendirikan rumah baru di pinggir laut ini dilakukan oleh pasangan keluarga baru yang sebelumnya masih menumpang di rumah orang tuanya. Penduduk setempat, Amirudin, mengatakan keluarga baru setelah menikah tidak langsung mendirikan rumah dan memisahkan diri. Tetapi mereka harus menyiapkannya terlebih dahulu. Mereka memang harus berdiam dulu serumah dengan mertuanya dulu. ''Namanya orang tua juga masih sayang sama anak. Mungkin setelah mendapat keturunan, kalau ingin mandiri bersama suaminya jelas harus membuat rumah, '' kata Amirudin.
Untuk mendirikan rumah, warga setempat terlebih dahulu memberitahukan kepada tetangganya. Izin diberikan jika dianggap memenuhi syarat, misalnya telah berkeluarga. Namun, perlu pula diketahui apakah lokasi yang diinginkan belum menjadi milik orang lain.
Apabila telah ditetapkan akan didirikan rumah oleh seseorang, wilayah itu ditandai dengan tiang dan timbunan batu. Cukup dengan menandai lokasinya, maka orang lain tidak bisa lagi mengambilnya. Pekerjaaan mendirikan rumah panggung yang terbuat dari papan bertiang kayu ini dilakukan secara bergotong royong. Tradisi gotong royong ini ditandai bunyi tawa-tawa (gong kecil dari kuningan) sebagai pertanda adanya orang yang ''bekerja''.
Soal batasan waktu mendirikan rumah, tak ada ketentuannya. Semua tergantung kemampuan masing-masing. Bisa saja banyak-banyak mengkavling asal kuat.
Berselang dua rumah dari kediaman Martawin, terlihat masih kosong. Padahal ke arah laut sudah ada sebuah rumah berdiri. Kalau sudah begini, bisa kerepotan untuk mengangkat batu karang dari perahu.
Timbunan batu karang sebagai lahan rumahnya setinggi 2 meter dikumpulkan dari Pulau Kaung. Ada rumah yang dibangun sampai 7 tahun. Salah satunya dibangun Martawin yang kini sudah berada di dalam. Sebab, hingga ke pinggir laut di belakang rumahnya sekarang ini sudah ada 3 lapis rumah. Sekitar 14 tahun sudah ada 3.
Untuk dasar rumah, mereka mengambil karang-karang laut yang telah mati. Ini dikaitkan dengan penyuluhan hukum yang pernah dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Sumbawa Besar tentang Perda Nomor 5 Tahun 1982 yang berkaitan dengan sanksi hukuman perusakan kelestarian alam karena pengambilan batu karang.
Hanya disayangkan, rumah-rumah di situ bisa dikatakan tidak ada yang memiliki kamar mandi dan jamban. Seperti umumnya penduduk di sana, mereka pergi mandi dan buang hajat di laut. Sesampainya di rumah, mereka hanya menyiram ulang sekedar membilas air laut di badan menggunakan air tawar yang tersimpan di ember.
Untuk mendapatkan air tawar ini, sebenarnya sejak 1990 Pulau Bungin memperoleh suplai air bersih melalui pipa bawah laut dari sungai Marente-Alas di daratan Sumbawa yang jauhnya 7 kilometer dari pulau Bungin. Pembangunan saluran air bersih ini menelan biaya sekitar Rp 100 juta. Pada waktu bersamaan diresmikan pula penggunakan listrik yang juga berasal dari daratan Sumbawa, oleh Saleh Afif yang waktu itu ketua Bappenas.
Sebelumnya, para penduduk mendapatkan air bersih di sumur tua Nange yang ada di seberang daratan Sumbawa. Sebelum adanya perahu motor yang disebut Jonson itu, mereka yang memerlukan air tawar harus mendayung perahu selama 20 menit. Sumur tua Nange ini dipercaya oleh penduduk Bungin sebagai sumur keramat.
Walaupun demikian, kampung-kampung di sana relatif bersih. Tak ada timbunan sampah berserakan. Kondisi lingkungan yang rapat dan tiadanya air bersih yang cukup untuk layaknya hidup sehat ternyata tidak membuat pemukimnya berkehendak untuk berpindah dari pulau tersebut.
Riwayat Bungin dihuni penduduk suku Bajo, menurut cerita dihitung sejak kedatangan Palema Mayo sebelum meletusnya gunung Tambora di daratan Sumbawa, pada 1812. Palema Mayu adalah seorang dari 6 orang anak raja Selayar. Kenapa Palema Mayo ke Bungin, tak ada yang tahu. Waktu itu, pulau Bungin yang berpasir putih ini masih kosong. Hanya ditumbuhi pohon Bakau saja.

SUPRIYANTHO KHAFID : TEMPO.CO
»»  baca selanjutnya...

Jejak Sejarah Jakarta di Pulau Kelor

Pulau Kelor memang hanya secuil daratan di gugusan Kepulauan Seribu. Namun pulau kecil yang berjarak 1,8 km dari pesisir Jakarta itu menyimpan sejarah panjang dari periode awal kota Batavia — yang kini menjadi ibu kota negara kita.
Pasir putih menyambut pengunjung Pulau Kelor. (Hairun Fahrudin)
Sedihnya, sisa-sisa benteng kuno di pulau ini kurang terawat, bahkan Pulau Kelor sendiri diperkirakan akan tenggelam dalam kurun 45 tahun ke depan.

Dari pelabuhan Muara Kamal, Jakarta Barat, Pulau Kelor bisa dicapai dalam waktu 20 menit dengan perahu motor. Dalam perjalanan yang singkat itu, perahu motor bisa saja tiba-tiba terhenti karena baling-balingnya tersangkut sampah. Perairan di sekitar Muara Kamal ibarat tempat pembuangan sampah raksasa, sehingga air laut menjadi berwarna hitam pekat dan mengeluarkan aroma tidak sedap.
Sisa-sisa benteng. (Hairun Fahrudin)
Makin jauh dari pesisir Jakarta, warna air laut berangsur-angsur menjadi coklat terang. Gambaran suram kerusakan lingkungan di perairan Jakarta akan berganti dengan panorama yang mempesona. Hamparan pasir putih yang bersih akan menyapa pengunjung setelah perahu merapat di Pulau Kelor.

Nama asli Pulau Kelor sebenarnya adalah Pulau Kherkof. Konon, masyarakat setempat menyebutnya Pulau Kelor karena ukurannya sangat mungil, dianggap hanya selebar daun kelor. Luas pulau yang saat ini kurang dari 2 hektar diperkirakan terus menyusut akibat abrasi dan kenaikan permukaan laut.

Bahkan pakar lingkungan memperkirakan, Pulau Kelor bisa tenggelam kalau pengaruh buruk lingkungan tidak diredam.

Pulau Kelor pernah menjadi bagian sejarah kelam penjajahan Belanda di Indonesia karena menjadi kuburan bagi banyak tahanan politik yang dihukum mati. Penghuni Pulau Kelor sendiri hanya kucing-kucing liar yang tak jelas asalnya dan terkadang para pemancing ikan.

Daya tarik utama Pulau Kelor adalah Benteng Martello yang dibangun VOC pada abad ke-17. Benteng ini terbuat dari batu bata merah berbentuk lingkaran supaya senjata bisa bermanuver 360 derajat. Benteng Martello dibuat VOC sebagai alat pertahanan untuk meredam serangan musuh yang ingin menyerang Batavia.

Sisa-sisa Benteng Martello sebenarnya juga bisa ditemukan di Pulau Bidadari dan Pulau Onrust, namun bentuknya yang paling utuh hanya bisa dilihat di Pulau Kelor. Benteng Martello di Pulau Onrust bahkan hanya tinggal fondasinya saja.
Sisa benteng di Pulau Kelor. (Hairun Fahrudin)
Benteng Martello di Pulau Kelor rusak parah karena terjangan tsunami akibat letusan Krakatau pada tahun 1883. Pengikisan karena gelombang laut juga membuat bagian luar benteng terendam air. Untuk mengurangi dampak pengikisan, kini dipasang pilar-pilar pemecah gelombang.

Menurut Asep Kambali, pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI) yang sering memandu tur ke Pulau Kelor, kerusakan situs sejarah di Pulau Kelor tidak hanya disebabkan faktor alam. Wisatawan dan nelayan yang berlabuh di pulau itu juga punya andil dalam memperparah kerusakan. Asep Kambali sendiri pernah memasang papan pengumuman yang berisi larangan merusak benteng, namun tangan jahil rupanya telah membuang papan peringatan itu.

Saat saya berkunjung ke Pulau Kelor, beberapa pemancing ikan dengan seenaknya menggantung pakaian dan alat pemancingan di dinding Benteng Martello. Mereka menancapkan paku-paku di dinding benteng untuk dibuat gantungan. Tindakan ini tentu saja bisa merusak situs sejarah yang sangat penting, tetapi pemerintah dan masyarakat ternyata masih kurang peduli.

Upaya pemerintah untuk mengembangkan tujuan wisata sejarah di Pulau Kelor dan pulau-pulau lainnya di Kepulauan Seribu juga masih belum maksimal, terang Asep Kambali. Sampai sekarang belum ada angkutan umum berbiaya murah yang bisa mengantar wisatawan ke Pulau Kelor. Untuk mencapai pulau-pulau bersejarah di Kepulauan Seribu, pengunjung harus menyewa perahu yang biayanya cukup mahal.

Oleh : Hairun Fahrudin di easybackpacking.blogspot.com.
»»  baca selanjutnya...

Tiga Gili, Pesona yang Tidak Pernah Pudar

Mungkin banyak bermunculan lokasi-lokasi wisata baru di sekitar Pulau Lombok, namun pesona tiga Gili — Trawangan, Meno, dan Air — tetap tidak pudar. Pulau-pulau kecil di pesisir barat laut Lombok ini masih jadi tujuan wisata utama baik bagi pelancong domestik maupun mancanegara.

Tidak sulit untuk jatuh cinta dengan pulau-pulau ini karena kombinasi keindahan alam yang luar biasa serta atmosfer liburan yang sangat kental. Gili sendiri dalam bahasa Sasak berarti pulau kecil, jadi jangan heran apabila banyak pulau kecil lainnya yang juga disebut gili, misalnya Gili Nanggu, Gili Layar, dan sebagainya.

Gili Trawangan merupakan pulau terbesar dari ketiga gili ini. Di sinilah biasanya para wisatawan memilih akomodasi, karena memang banyak tersedia penginapan mulai dari yang sangat murah hingga resor mewah. Banyak juga penduduk setempat yang menyewakan kamar di rumah-rumah mereka.
Bersantai di Gili dapat melepaskan kejemuan yang Anda dapat di kota besar. (Olenka Priyadarsani)
Gili Meno dan Gili Air berukuran lebih kecil dan sangat cocok bagi Anda yang menginginkan suasanya yang lebih sepi dan privat. Pulau-pulau ini memiliki pantai-pantai berpasir putih yang sepi dan indah. Dapat dijadikan pilihan bagi Anda yang ingin berbulan madu.

Mengapa Tiga Gili sangat populer di kalangan wisatawan? Banyak yang bilang keindahan alam Lombok tidak kalah dengan Bali, dengan pantai-pantai yang lebih bersih. Di pulau-pulau kecil nan cantik ini para pelancong dapat melakukan berbagai aktivitas, antara lain menyelam, snorkeling, atau sekadar bermalas-malasan di pinggir pantai sambil menikmati matahari tenggelam.
Gili sudah menyapa Anda sebelum sampai di pulau-pulau indah tersebut. (Olenka Priyadarsani)
Salah satu keunggulan berlibur di sini adalah Anda dapat melarikan diri dari suasana kota besar yang ramai dan penuh polusi. Bahkan di Gili Trawangan yang merupakan pulau terbesar dengan fasilitas cukup lengkap, kendaraan bermotor dilarang beroperasi. Karena itu Anda tidak akan terganggu dengan bisingnya suara motor dan mobil.

Untuk berkeliling Gili Trawangan, Anda dapat berjalan kaki, atau menggunakan kendaraan lokal, yaitu kereta kuda yang disebut cidomo.

Siang hari biasanya dimanfaatkan oleh para wisatawan untuk menyelam atau snorkeling di laut sekitar pulau yang indah. Terumbu karang yang beraneka rupa dengan berbagai spesies laut serta air laut yang jernih membuat wisatawan selalu ingin kembali. Di Gili Trawangan juga ada beberapa operator selam yang menyediakan kursus bersertifikat.

Di sini juga banyak tersedia perahu dengan lantai kaca sehingga Anda yang tidak mau menceburkan diri di air masih dapat menikmati keindahan bawah laut perairan di sekitar ketiga gili ini.

Sore dan malam hari adalah waktunya bersantai. Duduk-duduk beralaskan bantal di kafe-kafe pinggir pantai sambil menikmati suara deburan ombak dan bau air laut. Bagi Anda yang menginginkan malam hari yang “hidup”, Gili Trawangan harus menjadi pilihan Anda. Di pulau ini banyak kafe dan bar yang ramai dikunjungi wisatawan asing hingga lewat tengah malam.

Bahkan, kadang sulit mencari makanan Indonesia, karena kebanyakan menyediakan menu Barat.

Ada beberapa cara menuju ke pulau-pulau ini. Bila Anda mengombinasikannya dengan wisata ke Pulau Dewata, Anda dapat langsung menuju ke Gili Trawangan dari Bali — baik dengan kapal cepat maupun kapal yang lebih lambat. Sementara bila Anda terbang ke Pulau Lombok, ada beberapa operator tur yang dapat membantu Anda dengan transportasi darat dari bandara dan menyediakan kapal  untuk menyeberang menuju Gili Trawangan.

Cara yang paling murah adalah dengan menumpang kapal kayu tradisional dari Bangsal, sebuah dermaga kecil. Saat itu dari bandara saya memilih ojek menuju ke Bangsal sebagai sarana transportasi paling murah, namun tentu saja Anda dapat memilih untuk sarana transportasi yang lebih nyaman seperti mobil sewaan atau taksi.

( www.backpackology.me )
»»  baca selanjutnya...

Agrowisata Taman Eden 100 Sumatera Utara

Taman Eden "100" adalah sebuah Agro Wisata Rohani yang berada di Desa Lumban Rang Kec. Lumban Julu Kab. Toba Samosir, Sumut (16 km dari Parapat / 40 km dari Balige). Motto Taman Eden "100" diambil dari Nats Alkitab : Kejadian 2 : 15 "Usahai dan Lestarikanlah Bumi".

Kunjungan  Siswa SMP Neg I Tebing Tinggi Kls IX-3 
Cerita singkat tentang awal berdirinya "Taman Eden 100" adalah dari tekad Bapak Marandus Sirait dengan panggilan hatinya untuk mengembangkan Kampung halamannya. Tekad ini tumbuh dari program Bapak Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar dengan semboyan " Marsipature Huta Na Be". Perjalanan Hidup Bapak Marandus Sirait Sangat panjang. Beliau pernah merantau ke Jakarta dan juga kota medan. Perantauan beliau terakhir adalah kota Medan. Di Medan Beliau berprofesi Guru Musik. Itu semua da lakukan bermodalkan Ilmu Musik yang ia peroleh dari pendidikan Musik yang Pernah ia Ikuti. Namun sekian lama iya menggeluti karirnya, iya merasa ada sesuatu yang selalu mengganjal yaitu Keinginan untuk pulang kampung. Keinginan ini selalu terngiang di pikirannya sehingga membuat hatinya bertekad untuk pulang kampung dengan modal menjual Gitar satu-satunya miliknya untuk ongkos pulang Kampung. 

Pohon Ara dari Israel dan Bpk Marandus Sirait


Sesampai di kampung halamannya keinginannya utuk berusaha di kampung halamannya mendapat tentangan dari ibunda tercinta, namun itu tidak menyurutkan niat dan tekadnya yang sudah bulat untuk berusaha di Kampung halamannya. Bekerja sama dengan rekan-rekannya Bapak Marandus Sirait Mulai menyusuri Hutan Milik Keluarga besar mereka malakukan survey tempat yang cocok untuk di jadikan obyek wisata. Dengan semangat tanpa lelah mereka berjuang membuka jalan. Mereka memiliki Konsep untuk Obyek wisata "Taman Eden 100" adalah wisata alam yang alami sehingga mereka berupaya untuk mengusahakan agar suasana disana benar-benar alami. Di "Taman Eden 100" ini sangat banyak di tangkar berbagai macam jenis tanaman Liar terutama tanaman Khas daerah sekitar Danau Toba. Seperti macam-macam tanaman Angrek dan banyak lagi tanaman liar lainnya. Taman ini sangat cocok di kunjungi sebagai tempat penelitian bagi para pencinta lingkungan atau para peneliti di bidang Biologi. 

Untuk itu saya sangat mereferensikan bagi semuanya untuk Mencoba petualangan di "Taman Eden 100"

Sekian dulu info singkat dari saya semoga bermanfaat, terima kasih.



»»  baca selanjutnya...